Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup dalam kurikulum pembelajaran di sekolah guna mendukung implementasi kurikulum Adiwiyata dalam rangka menciptakan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
"Pelatihan integrasi pendidikan lingkungan hidup dalam kurikulum pembelajaran peserta didik di sekolah ini merupakan langkah awal sebelum diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah di Kabupaten Kudus," kata Bupati Kudus Sam'ani Intakoris usai pembukaan Pelatihan Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Kurikulum pembelajaran Peserta Didik di sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di Gedung Setda Kudus, Rabu.
Untuk itu, dia mengajak para guru untuk peduli terhadap lingkungan dan menanamkan kepada anak-anak akan pentingnya menjaga lingkungan, mulai dari memilah sampah, mengelola sampah dengan baik, hingga membuang sampah pada tempatnya. Hal itu, juga langkah strategis untuk membentuk karakter peserta didik sejak dini agar mencintai lingkungan.
Ia menambahkan muatan pendidikan lingkungan hidup ini akan masuk dalam penguatan kurikulum lokal sebagai bentuk komitmen daerah terhadap pelestarian lingkungan. Sedangkan sasarannya untuk jenjang SD dan SMP, sementara untuk SMA menjadi kewenangan provinsi.
"Harapannya, nanti Kabupaten Kudus dapat meraih Adipura dan semakin banyak sekolah yang mendapatkan predikat Adiwiyata," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus Abdul Halil menambahkan bahwa tujuan besar dari program ini untuk menjadikan semua jenjang pendidikan mulai SD hingga SMA/SMK sederajat menjadi bagian dari sekolah Adiwiyata.
"Saat ini baru ada sekitar 126 sekolah yang masuk dalam kategori Adiwiyata, baik tingkat kabupaten, provinsi, nasional maupun mandiri. Sementara jumlah sekolah yang ada sekitar 900 sekolah, jadi masih ada sekitar 774 sekolah yang perlu kita dorong," ujarnya.
Pada tahun ini, kata dia, ada perbedaan aturan soal status sekolah Adiwiyata, karena sebelumnya tidak ada batasan waktunya, sedangkan aturan terbaru mengatur status sekolah Adiwiyata hanya berlaku selama empat tahun dan bisa diperpanjang jika ingin mempertahankan status tersebut.
"Ini membuat penting bagi sekolah untuk terus berkomitmen menjaga standar Adiwiyata, karena ketika tidak diperpanjang, statusnya nol atau memulai dari awal untuk bisa meraihnya kembali," ujarnya.
Salah satu indikator utama dalam penilaian Adiwiyata, yakni pengelolaan sampah di lingkungan sekolah, gerakan pilah sampah, dan budaya membuang sampah pada tempatnya menjadi syarat mutlak. "Nantinya, kami juga melihat apakah siswa-siswi sudah memiliki kebiasaan tersebut," kata Halil.
Upaya tersebut, kata dia, juga sejalan dengan target program Kabupaten/Kota Sehat, dimana minimal 30 persen sekolah di kabupaten/kota harus berstatus Adiwiyata. Selain kebersihan, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) juga menjadi poin penting dalam penilaian.
"Setiap tahun kami evaluasi dan terus dorong sekolah-sekolah untuk menjadi bagian dari Adiwiyata. Targetnya jelas, seluruh sekolah di Kudus dapat masuk ke dalam program ini secara bertahap," ucapnya.
Melalui integrasi kurikulum lingkungan hidup, Pemkab Kudus berharap pendidikan tidak hanya mencetak siswa cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kepedulian tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Baca juga: Pemkab Kudus perkenalkan program sekolah sambil mengaji di SD negeri